Tokoh-Tokoh Logika
Dalam Negeri
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Logika
Dosen
Pembimbing : Taqiyudin, M.Aq
Disusun
oleh
1. Aji
Juarjono
2. Siti
F
3. Siti
N
4. Ilham
Amanat
5. Nur
Hikmah
Kelas
: 1 C Tarbiah/Syariah
SEKOLAH
TINGGI ISLAM SUFYAN TSAURI
(STAIS)
JL.
KH. Sufyan Tsauri Cibeunying Telp. (0280) 623562 Majenang 53257
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Logika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara
lurus, tepat, dan teratur. Ilmu ini mengacu pada kemampuan rasional untuk
mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan
pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga
diartikan dengan masuk akal.
Dengan adanya logika kita dapat berfikir dan
mengambil keputusan yang benar dan tepat dalam memenuhi hajat hidup kita
sendiri dan juga masyakat umumnya kita dapat mengartikan dan mengambil
kesimpulan setelah melalui pemikiran-pemikiran atau pernyataan-pernyataan yang
ada, dan kebenaran-kebenaran akan muncul.
Dalam makalah ini akan dijelaskan sejarah logika
pada Masa Yunani Kuno, Masa Pertengahan dan Masa Modern serta Pertumbuhan Dan Perkembangan Logika Pada Masa Islam.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Nurcholis Madjid ?
2. Bagaimana Biografi Abdurrahman Wahid ?
3.
Bagaimana Pemikiran Nurcholis Madjid ?
2. Bagaimana Pemikiran Abdurrahman Wahid
?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui Pemikir dalam Negeri
2. Untuk mengetahui dan memahami sejarah dan
perkembangan logika.
3. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang sejarah logika
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. BIOGRAFI
2.1.1 Nurcholish
Madjid
Sebagai
tokoh intelektual, Nurcholish Madjid (Cak Nur) memiliki pemahaman keagamaan
yang terbuka. Ia selalu mengembangkan proses keagamaan itu sebagai pembebasan.
Yakni membebaskan diri dari segala kekuatan tirani yang membelenggu kebebasan
kita. Pada usianya yang muda ia sudah mengguncang wacana pemikiran Islam di
tanah air. Berangkatdari dunia pesantrenyangtradisional ia justru menyadarkan
masyarakat Indonesia modern akan pentingnya keberanian menyuarakan moralitas
politik. Dan, belakangan ia menganggap berpolitik tidak mungkin tanpa
keberanian, kejujuran dan keikhlasan untuk selalu menerima kritikan dari mana
pun.
Cak Nur dilahirkan di
Mojoanyar-Jombang pada 17 Maret 1939 bertepatan dengan 26 Muharram 1358 H. Ia
dibesarkan dari latar keluarga pesantren. Ayahnya bernama Abdul Madjid, seorang
kiai jebolan Pesantren Tebuireng, Jombang. Ayahnya murid pendiri NU yang
kharismatik itu. Lebih dari itu, ayahnya dinikahkan dengan Halimah, seorang
wanita keponakan gurunya.
Sketsa singkat latar
belakang Cak Nur cukuplah untuk menunjukkan bahwa ia lahir dari subkultur
pesantren. Cak Nur mengakui bahwa ia pertama kali beragama lewat ayah dan
ibunya sendiri. Kebetulan mereka berdua memang mendirikan Madrasah sendiri pada
tahun 1948 dan Cak Nur adalah salah seorang muridnya. Selain itu, ia juga
mengikuti Sekolah Rakyat (SR) di kampungnya.
Selanjutnya, setamat
SR 1952 ia di masukkan ayahnya ke pesantren Darul Ulum, Rejoso Jombang. Namun,
di Darul Ulum Cak Nur hanya bertahan selama dua tahun dan sempat menyelesaikan
tingkat Ibtidaiyah, lalu melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah. Ada dua alasan,
yang menurut Cak Nur, mengapa ia hanya bertahan dua tahun nyatri di sana.
Pertama, karena kesehatan dan Kedua, karena ideologi atau politik.
Namun, tampaknya
alasan politiklah yang agaknya cukup menarik melihat sikap Cak Nur tersebut.
Seperti kita tahu, pada tahun 1952 NU keluar dari Masyumi dan sejak itu NU
barubah peran dari jam'iyah keagamaan menjadi partai politik. Ayah Cak Nur secara
bersamaan aktif di organisasi tradisional Islam NU berpisah secara politis
dengan Masyumi tahun 1952, ayahnya tetap memilih Masyumi dan mengirim anaknya
dari pesantren tradisional ke sekolah modern yang masyhur Gontor. Saat itu,
ayah Cak Nur yang kebetulan aktivis berat Masyumi merasa ‘kecewa' kepada NU
ketika organisasi itu keluar dari Masyumi dan membentuk partai politiknya
sendiri. Karena ulah sang ayah inilah, Cak Nur sering diledek teman-temannya
yang NU sebagai "anak Masyumi kesasar".
Cak Nur mengakui bahwa
di gontor ia selalu meraih prestasi yang cukup baik. Dan kecerdasan Cak Nur ini
rupanya ditangkap pula oleh Pimpinan Pesantren KH. Zarkasyi. Sehingga pada
1960, ketika Cak Nur menamatkan belajarnya, sang guru bermaksud mengirim Cak
Nur ke Universitas Al-Azhar, Kairo. Tetapi karena Kairo pada wakti itu sedang
terjadi krisis Terusan Suez yang cukup kontroversial itu, keberangkatan Cak Nur
sampai tertunda. Sambil menunggu keberangkatannya ke Mesir itulah, Cak Nur
memanfaatkan untuk mengajar di Gontor selama satu tahun. Namun, waktu yang
ditunggu-tunggu Cak Nur untuk berangkat ke Mesir ternyata tak kunjung tiba.
Pernah terbetik berita
bahwa kala itu di Mesir memperoleh visa, sehingga tidak memungkinkan Cak Nur
pergi ke Mesir. Cak Nur sendiri, memang sempat kecewa. Tapi, pak Zarkasyi bisa
‘menghibur'nya dan rupanya tak kehilangan akal. Lalu ia mengirim surat ke IAIN
Jakarta dan meminta agar murid kesayangannya bisa diterima di lembaga
pendidikan tinggi Islam bergengsi itu. Maka berangkat dari salah satu alumni
santri Gontor yang ada di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cak Nur kemudian
diterima sebagai mahasiswa di sana, meskipun tanpa menyandang izajah negeri.
2.1.2
Abdurrahman Wahid
Sebagai
cucu pendiri NU, Abdurrahman wahid (Gus Dur) memiliki legitemasi yang sangat
kuat dari kalangan Nahdhiyin. Sosok pemikirannya sulit diterka dan dijangkau
oleh manusia biasa. Dalam perjalanan kiprahnya, Gus Dur lebih dekat pada kaum
termarginal dan kultural. Ia lebih terhibur dengan kelompok yang selama ini
terpinggirkan oleh deru mesin pemerintahan. Gagasan yang sempat mencuat pada
tahun 70-an Gus Dur adalah seorang penganut Humanisme.
Gagasan-gagasan yang
digelindingkan adalah seputar wacana Kiri Islam. Meskipun berangkat dari alam
tradisonal, ia memiliki informasi yang cukup luas. Dibandingkan dengan tokoh
yang lain, Gus Dur mempunyai karakter yang agak controversial dan nyeleneh di
pentas politik Indonesia.
Gus Dur dilahirkan di
Denanyar-Jombang 12 Agustus 1940, putra pasangan K.H. Wahid Hasyim. Meskipun
sebagai putra Mentri Agama (1950), ia tidak merasa termanjakan dengan jabatan
ayahnya. Justru, ia memilih tinggal bersama kakeknya (Bisri Syamsuri) di
Jombang.
Gus Dur mempunyai
kegemaran malahap buku-buku, dari buku yang bernafas agama sampai buku
filsafat. Di samping itu, hobi yang sangat disenangi diantaranya adalah seni,
olah raga dan musik. Tak heran kalau Gus Dur sering melespakan job-job segar
yang membuat orang tertawa.
Pendidikan yang pernah
dikenyak Gus Dur mulai dari pesantren (Denanyar dan Tegalrejo), SMEP
Yogyakarta, sampai ke Al -Azhar Mesir. Di mesir, Gus Dur mengambil spesialisasi
bidang Syari'ah. Namun setelah tujuh tahun belajar, ternyataia merasa tak betah
belajar di Mesir. Sebab menurutnya materi yang diajarkan di sana tak ubahnya
ibarat pesantren. Di sana, ia lebih menyempatkan diri untuk membawa buku
diperpustakaan di Kairo. Sedang waktu selebihnya, dimanfaatkan untuk nonton
film yang bagus. Meski demikian, bagi Gus Dur belajar di Mesir bukan tanpa
kesan. Menurut pengakuannya, di Mesir itulah ia banyak memperoleh paham
"sosialisme yang berbudaya". Orang-orang Arab, menurut Gus Dur,
sering mempersoalkan sosialisme dari sudut budaya. Hal itu dilakukan karena
mereka tak punya tempat mempersoalkan sosialisme dari sudut agama.
Merasa tak betah
belajar di Mesir, Gus Dur pindah ke Irak, untuk mengikuti kuliah di Universitas
Bagdad, Fakultas Sastra. Di Universitas tersebut, Gus Dur merasakan kepuasan
dan dapat mengoleksi referensi buku yang lebih lengkap.
Dari literatur itulah,
Gus Dur kemudian mengapresiasikan ide-ide yang bercorak sosialisme dan
marxisme. Sewaktu ia mengaku sudah membaca karya cukup radikal seperti
Pemberontakan Petani. Berangkat dari pemehaman inilah Gus Dur berkeyakinan
bahwa sosialisme lebih bertolak pada visi budaya daripada ideologis. Tak heran,
karena apresiasi yang kritis terhadap pemikiran-pemikiran sosilisme radikal, ia
berpandangan itu merupakan perangkat analisis yang penting guna memahami
keadaan.
2.2. PEMIKIRAN
2.2.1.
Nurcholis Madjd
Secara
disipliner, Cak Nur lebih menitik beratkan pada kajian filsafat Islam dan
sosiologi modern (Barat), disamping giat mengakses kembali tradisi klasik
Islam. Gagasan Cak Nur dalam pemikiran Islam menginginkan adanya persambungan
Islam dengan kemoderenan. Umat Islam harus apresiatif terhadap kemoderenan.
Sementara itu, ia
menganjurkan umat Islam agar memiliki respons terhadap Barat. Dengan melihat
kenyataan sebenarnya seperti; Etos kerja, hasil ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta peradabannya sekaligus. Bertolak dari idenya itu, ia menganjurkan supaya
umat Islam dapat mengawinkan metodologi studi Islam klasik dengan studi Islam
modern.
Gagasan ini mulai
mantap ketika ia pulang dari Chicago dan memperoleh doktor dibidang filsafat
Islam. Gagasan itu juga ditunjang berdasarkan sejumlah studi Islam klasik,
sehingga kemoderenan diberi makna baru, dalam pengertian bahwa kemoderenan
bukan lagi lawan tradisionalisme yang, dalam batang tubuh umat Islam, selalu
dinisbatkan kepada pesantren. Kemoderenan menurut Cak Nur dipahami sebagai
persambungan antara visi lama dengan visi baru.
2.2.2. Abdurrahman Wahid
Semenjak
pulang dari Mesir, Gus Dur langsung terjun ke dunia pesantren, karena
gagasan-gagasan awalnya ia berasal dari pesantren. Usaha memodernisasikan
pesantren melalui berbagai kerjasama baik dengan pemerintah dan lembaga swadaya
masyarakat merupakan garapan utama dan pertama Gus Dur. Di samping itu, ia
mempunyai komitmen terhadap gagasan pengembangan masyarakat.
Tranformasi
sosio-kultural bagi kalangan masyarakat bawah adalah obsesi yang demikain
kental mewarnai berbagai pemikiran Gus Dur. Usahanya dalam membentuk BPR NU
bekerjasama dengan Nusuma dan keterlibatannya diberbagai forum LSM, dalam dan
luar negeri.
Sementara itu, Gus Dur
dalam memandang realitas selalu mengaitkan dengan fiqh. Karenanya ia menampung
segala persoalan dipecahkan melalui jalan kefiqhian bukan teologis. Salah satu
keperpihakan Gus Dur adalah ia dekat dengan kaum pinggiran yang secara budaya
adalah masyarakat tradisonal.
No comments:
Post a Comment