MASA KERAJAAN SAFAWI DAN MUGHAL
Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
KELOMPOK 4 :
1.
AMRIH WALUYAN
2.
MINTI JAROH
3.
LINA MASLAHAH
4.
HUSRIN
5.
FITRI LAELA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM SUFYAN TSAURI(STAIS)
JL. KH.
SUYAN TSAURI PO. BOX 18 CIBEUNYING
TELP.
(0280)623562 MAJENANG 53257
TAHUN
AKADEMIK 2014 - 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban Islam mengalami kemunduran yang
sangat dramatis dari segala sisi setelah beberapa daerah kekuasaan politik
Islam berhasil dikuasai akibat serangan bangsa Mongol serta direbutnya kembali
spanyol ke tangan Eropa. Friksi tersebut membuat terbaginya wilayah-wilayah
strategis Islam menjadi kerajaan-kerajaan kecil dan sistem pemerintahannya
sendiri. kekuatan Islam yang telah luluh lantak oleh invasi bangsa Mongol
tersebut juga membuat terjadinya perebutan kekuasaan dan tidak jarang terjadi
peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil tersebut. Meskipun dalam kondisi yang
terpecah belah dan lebih dari satu abad umat Islam menderita dan dihancurkan
oleh Mongol di bawah Hulagu Khan, namun Umat Islam berusaha bangkit dari
keterpurukan tersebut. Tapi, malapetaka yang tak kurang dahsyatnya datang
kembali ketika seorang yang masih keturunan bangsa Mongol yang bernama Timur
Lenk, yang berarti Timur si pincang melakukan penyerangan kembali kedaerah
kekuasaan Islam dan meninggalkan sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman yang masih
melekat kuat terhadap Umat Islam. Ditengah kehancuran negeri Islam, Mesir yang
ketika itu di bawah kekuasaan dinasti Mamalik dapat terhindar dari kehancuran
sehingga dapat mempertahankan tradisi dan prestasi yang pernah dicapai oleh
Umat Islam pada masa klasik. Pada saat yang bersamaan metode berfikir
tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak berkembangnya teologi asy’ariyah,
filsafat mendapat kecaman sejak kritik al-Ghazali terhadap Filsafat, dan yang
lebih tragis adalah kehancuran Baghdad sebagai pusat peradaban Islam. Keadaan
politik umat Islam berangsur-angsur mengalami perbaikan dan kemajuan kembali
ditandai dengan berkembangnya tiga kerajaan besar di tiga daerah Islam yang
berbeda, yaitu : Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan
kerajaan Mughal di India. Untuk menyelami sejarah peradaban Islam tersebut,
dalam makalah ini hanya akan membahas dua diantara tiga kerajaan besar Islam
yaitu Kerajaan Safawi dan Mughal saja yang mencakup sejarah berdirinya,
perkembangan dan prestasi yang dicapai serta masa kemunduran yang dialami.
1.2. RUMUSAN
MASALAH
1.
Asal - usul berdirnya kerajaan
Safawi
2.
Asal – usul kerajaan Mughal
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Asal
Usul Berdirinya Kerajaan Safawi
Awalnya kerajaan ini
berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabila, sebuah kota di
Azerbaijan, Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah,yang diambil
dari nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M), dan nama itu terus
dipertahankankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu
terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan Kerajaan.Menurut
Harun Nasution, di Persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu
kerajaan besar di dunia Islam, Dinasti ini berasal dari seorang sufi bernama
Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan. [[1]]
Dari uraian diatas
dapat dipahami bahwa penggagas awal berdirinya Kerajaan Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di
Azerbaijan atau dikenal dengan Safi Al-Din, yang semula hanya sebagai mursyid
tarekatdengan tugas dakwah agar umat Islam secara murni
berpegang teguh pada ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya setelah
memperoleh banyak pengikut fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi
gerakan politik dan diteruskan mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan
peradaban Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang
dipelopori oleh Safi Al-Din sejak tahun 1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini
berdiri di saat Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.
SILSILAH RAJA-RAJA KERAJAAN SAFAWI [[2]]
Safi
Al-Din (1252-1334 M)
Sadar
Al-Din Musa (1334-1399 M)
Khawaja
Ali (1399-1427 M)
Ibrahim
(1427-1447 M)
Juneid
1447-1460 M)
Haidar
1460-1494 M)
Ali
(1494-1501 M)
1. Ismail
(1501-1524 M)
2. Tahmasp
I (1524-1576 M)
3. Ismail
II (1576-1577 M)
4. Muhammad
Khudabanda (1577-1787 M)
5. Abbas
I (1588-1628 M)
6. Safi
Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas
II (1642-1667 M)
8. Sulaiman
(1667-1694 M)
9. Husen
(1694-1722 M)
10. Tahmasp
II (1722-1732 M)
11.
Abbas III (1732-1736 M)
Safi
Al-Din berasal dari keturunan yang berada namun ia memilih sufi
sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa
Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301)yang
dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani, karena prestasi dan ketekunannya dalam
kehidupan tasawuf, Safi Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut.Safi
Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus
mertuanya yang wafat tahun 1301 M, pengikut tarekat ini sangat teguh memegang
ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi
orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli bid’ah”.Namun pada perkembangannya,
gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang
mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang
berada di luar Ardabil inilah, Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang
diberi nama Khalifah untuk memimpin murid-muridnya di daerah masing-masing.
Suatu
ajaran Agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerapkali menimbulkan
keinginan di kalangan ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan
murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik
dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.
Dalam
dekade 1447 – 1501 M Safawi memasuki tahap gerakan politik, sama halnya dengan
gerakan sanusiyah di Afrika Utara, Mahdiyah di Sudan dan Maturdiyah serta
Naksyabandiyah di Rusia. Kecenderungan memasuki dunia politik secara konkrit
tampak pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti safawi memperluas
gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan.
Perluasaan kegiatan ini ternyata menimbulkan konflik antara Juneid dengan
kekuatan politik yang ada di Persia waktu itu, misalnya konflik politik dengan
kerajaan-kerajaan Kara Koyunlu (domba hitam) salah satu suku bangsa
Turki yang berkuasa di wilayah itu yang bermahzhab Sunni di bawah
kekuasaan Imperium Usmani. Karena konflik tersebut maka ia mengalami kekalahan
dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan
dari penguasa Diyar Bakr, AK. Koyunlu (domba putih), juga suatu suku bangsa
Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian
Persia.
Selama
dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah menghimpun kekuatan
untuk kemudian beraliansi secara politik denagn Uzun Hasan. Ia juga berhasil
mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459
M, Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba
merebut Circassia tetepi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan.
Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Ketika itu anak Juneid, Haidar,
masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan
Safawi baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun [3]1470
M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah
seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan itu lahirlah Ismail, yang di kemudian
hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.
Kemenangan
AK-Koyunlu terhadap Kara Koyunlu tahun 1476 M, membuat gerakan militer Safawi
yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK-Koyunlu dalam
meraih kekuasaan yang selanjutnya. Padahal sebelumnya Safawi adalah sekutu AK
Konyulu, tetapi itulah politik. Ak Konyulu berusaha melenyapkan kekuatan
militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang
wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Konyulu mengirim bantuan militer
kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam
peperangan itu.
Ali,
putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentranya untuk menuntut balas
atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Konyulu. Tetapi Ya’kub pemimpin AK
Konyulu ketika itu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama kedua
saudaranya Ibrahim dan Ismail beserta ibunya, di fars selama empat setengah
tahun (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, Putra Mahkota AK Konyulu,
dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. setelah saudara
sepupu Rustam itu dapat dikalahkan. Ali bersaudara (Ibrahim dan Ismail) beserta
ibunya kembali ke Ardabil. Akan tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik
memusuhi dan menyerang Ali bersaudara pada tahun 1494 M dan Ali terbunuh dalam
serangan ini.
Kepemimpinan
gerakan Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail, yang saat itu masih berusia
7 tahun. Selama 5 tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan,
mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di
Azerbaijan, Syria, Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan itu
dinamai Qizilbash (baret merah). Ismail memanfaatkan kedudukannya
sebagai mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan politiknya dengan menjalin
hubungan dengan para pengikutnya.
Di
bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang dan
mengalahkan AK Konyulu di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha
memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Konyulu dan berhasil merebut serta
mendudukinya. Di kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Raja
pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga sebagai Ismail I. dengan ia
sendiri sebagai Syaikhnya yang pertama dan menetapkan Syi’ah Dua Belas sebagai
agama resmi kerajaan Safawi. Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi sebagai
kerajaan dan ditetapkan pula Syi’ah sebagai agama kerajaan maka merdekalah
Persia dari pengaruh dari kerajaan Usmani dan kekuatan asing lainnya. Peristiwa
inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Kerajaan Safawi yang akan turut
memberikan kontribusi dalam perkembangan kekuasaan Islam.
A.
Kemajuan
Peradaban Islam pada Masa Kerajaan Safawi di Persia
Pada
masa pemerintahan Ismail, Safawi berhasil mengembangkan wilayah
kekuasaannya sampai ke daerah Nazandaran, Gurgan, Yazd, Diyar Bakr, Baghdad,
Sirwan dan Khurasan hingga meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile
crescent). Kemudian ia beruasaha mengembangkan wilayahnya sampai ke Turki
Usmani tetapi mengadap kekuatan besar dari Kerajaan Turki Usmani tetapi
menghadapi kekuaatan besar dari kerajaan Turki Usmani yang sangat membenci
golongan Syi’ah. Dalam perebutan wilayah ini Safawi mengalami kekalahan yang
menyebabkan Ismail mengalami depresi yang meruntuhkan kebanggaan dan rasa
percaya dirinya sehingga ia menempuh kehidupan dengan cara menyepi dan hidup
hura-hura. Hal ini berpengaruh pada stabilitas politik dalam kerajaan Safawi.
Contohnya adalah terjadinya perebutan kekuasaan antara pimpinan suku-suku
Turki, Pejabat-pejabat keturunan Persia dan Qizilbash.
Keadaan
ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan raja Abbas I. Langkah-langkah
yang ditempuh oleh Abbas I untuk memperbaiki situasi adalah :
1. Menghilang
dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru
yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia,
Armenia dan Sircassia.
2. Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan
menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman) dalam
khotbah Jumatnya.
Usaha-usaha
tersebut terbukti membawa hasil yang baik dan membuat kerajaan Safawi kembali
kuat. Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan merebut kembali daerah yang
telah lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai
Herat (1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki
Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan,
Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I berhasil menguasai kepulauan Hurmuz
dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas.
Pada
masa Abbas I inilah kerajaan Safawi mengalami masa kejayaan yang gemilang.
Diantara bentuk kejayaannya adalah :
1. Bidang Politik dan
Pemerintahan
Pengertian
kemajuan dibidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara
yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur
oleh suatu pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam
percaturan politik internasional.
Sebagaimana
lazimnya kekuatan politik suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan
bersenjata, Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama,
membangun angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern.
Tentara Qizilbash yang pernah menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada
awalnya dipandang Syah Abbas tidak diharapkan lagi, sehingga ia
membangun suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini
ia ambil dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di
Chircassia. Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan
persenjataan yang modern. Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan,
salah seorang dari Ghulam.
Berkat
kegigihannya Syah Abbas mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu
stabilitas negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh
kerajaan lain pada masa sebelumnya.
2. Bidang Ekonomi
Kerajaan
Safawi pada masa Syah Abbas mengalami kemajuan dibidang ekonomi, terutama
industri dan perdagangan. Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I
ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah
kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal
ini dikarenakan Bandar ini merupakan salah satu jalur dagang antar Timur dan
Barat. Yang biasa diperebut oleh Belanda, Inggris, dan Perancis, sesungguhnya
menjadi milik Kerajaan Safawi.[22] Selain itu Safawi juga mengalami
kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (fortile
crescent).
3. Bidang Ilmu Pengetahuan,
Filsafat dan Sains
Dalam
sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang peradaban tinggi dan
berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus
berlanjut.
Ada
beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha Al-Din
Al-Syaerazi (generalis iptek), Sadar Al-Din Al-Syaerazi (filosof), dan Muhammad
Baqir bin Muhammad Damad (teolog, filosof, observatory kehidupan lebah-lebah).[23] Dalam bidang ilmu pengetahuan,
Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan Turki Usmani.
Pada
masa Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia Islam, khususnya
dikalangan orang-orang persia yang berminat tinggi pada perkembangan
kebudayaan. Perkembangan baru ini erat kaitannya dengan aliran Syiah yang
ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama resmi Negara.
Dalam
Syiah Dua Belas ada dua golongan, yakni Akhbari dan Ushui. Mereka berbeda
didalam memahami ajaran agama. Yang pertama cenderung berpegang kepada hasil
ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan. Sedang kedua mengambil dari
sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadits, tanpa terikat kepada para mujthadi.
Golongan Ushuli inilah yang palling berperan pada masa Safawi.
Menurut
Hodhson, ada dua aliran filsafat yang berkembang pada masa Safawi tersebut.
Pertama, aliran filsafat “Perifatetik” sebagaimana yang dikemukakan oleh
Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filsafat Isyraqi yang dibawa oleh Syaharawadi
pada abad ke XII. Kedua aliran ini banyak dikembangkan di perguruan Isfahan dan
Syiraj. Di bidang filosof ini muncul beberapa orang filosof diantaranya
Muhammad Baqir Damad (W. 1631 M) yang dianggap guru ketiga sesudah Aristoteles
dan Al-Farabi, tokoh lainnya misalnya Mulla Shadra yang menurut sejartah ia
adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya.
4. Bidang Perkembangan Fisik
dan Seni
Para
penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota Kerajaan yang sangat indah.
Disana terdapat bangunan-bangunan besar dan indah seperti masjid, rumah sakit,
jembatan raksasa di atas Zende Rud dan Istana Chilil Sutun. Kota Isfahan juga
diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secra apik. Ketika Abbas I
wafat di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 Akademi, 1802 penginapan dan 273
pemandian umum.
Di
bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur
bangunan-bangunannyaseperti terlihat pada mesjid Shah yang dibangun tahun 1611
M dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya
terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik, karpet,
permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni
lukis mulai dirintis sejak zaman Raja Tahmasp I.
Demikianlah
puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya
membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang
disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer.
Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui
kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan
gedung-gedung bersejarah.
B.
Masa
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Masa
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah
tiada, sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam
raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman
(1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III
(1732-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak
menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran
yang akhirnya membawa kepada kehancuran, karena Kerajaannya ketika itu
diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang
buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap
pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I adalah sebagai berikut:
No
|
Nama
Raja
|
Masa
Berkuasa
|
Indikasi
Kemunduran
& Kehancuran
|
1
|
Safi Mirza
|
1628-1642
|
- Jiwa
lidershipnya lemah.
- Sangat
kejam terhadap para pembesar Kerajaan.
- Memiliki
sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan.
-Kota
Qandahar lepas dan diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan).
- Dan
Bagdad direbut oleh Kerajaan Turki Usmani.
|
2
|
Abbas II
|
1642-1667 M
|
- Sifat
dan Moralnya jelek.
- Pemabuk/suka
minum minuman keras.
|
3
|
Sulaiman
|
1667-1694
|
- Kejam
terhadap para pembesar Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang
dicurigainya
- Karena
sifat & moralnya yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap
pemerintahannya
|
4
|
Husen
|
1694-1722 M
|
- Memberi
kekuasaan yang besar kepada para ‘ulama Syi’ah.
- Ulama
Syi’ah sering slah guna kewenangan/kekuasaan yang diberikan raja.
- Ulama
Syi’ah sering memaksakan pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga
membuat golongan Sunni marah.
- Konflik
yang terjadi antara golongan Syi’ah dengan Sunni berimplikasi pada sistem
pemerintahan menjadi tidak stabil secara berkelanjutan.
- Pernah
terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang
kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir mahmud ini,
kota Qandahar lepas dari safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12
oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
|
5
|
Tahmasp II
|
1722-1732 M
|
Dengan dukungan
dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa
atas Persia dengan pusat kekuasannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama
dengan Madhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan.
Isfahan berhasil direbut dan Safawi kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II
dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M.
|
6
|
Abbas III
|
1732-1736 M
|
- Tidak
berpengalaman.
- Diangkat
menjadi Raja pada saat masih kecil.[28]
- Pada
1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh
Nadir Khan. Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.
|
Hanya satu abad
setelah ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran. Faktor-faktor
yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Safawi :
1. Konflik
panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab
antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang
beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya.
Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu
pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa
Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut,
dan setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan
besar Islam itu.
2. Adanya
dekadensi moral yang melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.
3. Pasukan Ghulam (budak-budak)
yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret
merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan
tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti yang di alami oleh pasukanQilzibash, sementara
anggota pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi
dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibashsebelumnya.
4. Seringnya
terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga
istana.
Dengan
demikian bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan
safawiyah yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara
mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke delapan belas.
I.
Asal Usul Kerajaan
Mughal
Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai
ibukotanya, berdiri antara tahun (1526-1858 M). Dinasti Mughal di India
didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari
Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan. Ekspansinya ke
India dimulai dengan penundukan penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi dengan
Alam Khan (Paman Lodi) dan gubernur Lohere. Ia berhasil munguasai Punjab dan
berhasil menundukkan Delhi, sejak saat itu ia memproklamirkan berdirinya
kerajaan Mughal. Proklamasi 1526 M yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan
dari Rajput dan Rana Sanga didukung oleh para kepala suku India tengah dan umat
Islam setempat yang belum tunduk pada penguasa yang baru itu, sehingga ia harus
berhadapan langsung dengan dua kekuatan sekaligus. Tantangan tersebut dihadapi
Babur pada tanggal 16 Maret 1527 M di Khanus dekat Agra. Babur memperoleh
kemenangan dan Rajput jatuh ke dalam kekuasaannya.
Penguasa Mughal
setelah Babur adalah Nashiruddin Humayun atau lebih dikenal dengan
Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M), puteranya sendiri. Sepanjang
pemerintahanya tidak stabil, karna banyak terjadi perlawanan dari
musuh-musuhnya. Bahkan beliau sempat mengungsi ke Persia karna mengalami
kekalahan saat melawan pemberontakan Sher Khan di Qonuj, tetapi beliau berhasil
merebut kembali kekuasaanya pada tahun 1555 M berkat bantuan dari kerajaan
safawi. Namun setahun kemudian 1556 M beliau meninggal karna tertimpa tangga
pepustakaan, dan tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh putranya yang bernama
Akbar.
a.
PERKEMBANGAN DAN
KEJAYAAN KERAJAAN MUGHAL
Masa kejayaan kerajaan Mughal dimulai pada pemerintahan Akbar (1556-1506
M), dan tiga raja penggantinya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan
(1628-1658 M), Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan Mughal
tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.
Akbar mengganti ayahnya pada saat usia 14 tahun, sehingga urusan kerajaan
diserahkan kepada Bairam Khahan, seorang syi’i. Pada masa pemerintahanya, Akbar
melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher
Khan Shah yang berkuasa di Punjab. Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang
menguasai Gwalior dan Agra. Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan
sehingga terjadi peperangan dasyat, yang disebut panipat 2 tahun 1556 M. Himu
dapat dikalahkan dan ditangkap kemudian diekskusi. Dengan demikian, Agra dan
Kwalior dapat dikuasai penuh (Mahmudun Nasir,1981:265-266).
Setelah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah
mempunyai pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran syi’ah.
Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun
1561 M.
Setelah itu masa kejayaan kerajaan Mughal berhasil dipertahankan oleh putra
beliau yaitu Jehangir yang memerintah selama 23 tahun (1605-1628 M). Namun
Jehangir adalah penganut Ahlussunah Wal Jamaah, sehingga Din-i-Illahi yang
dibentuk ayahnya menjadi hilang pengaruhnya
Sepeninggalan Jehangir pucuk kekuasaan kerajaan Mughal di pegang oleh Sheh
Jehan yang memerintah Mughal selam 30 tahun (1628-1658 M). Pada masa
pemerintahanya banyak muncul pemberontakan dan perselisihan dalam internal
keluarga istana. Namun semua itu dapat diatasi oleh beliau, bahkan beliau
berhasil memperluas kekuasaanya Hyderabat, Maratha, dan Kerajaan Hindu lain
yang belum tunduk kepada pemerintahan Mughal. Keberhasilan itu tidak
bias lepas dari peran Aurangzeb, putera ketiga dari Sheh Jehan.
Pengganti Sheh Jehan yaitu Aurangzeb, beliau berhasil menduduki tahta
kerajaan setelah berhasil menyingkirkan para pesaingnya (saudaranya). Pada
masanya kebesaran Mughal mulai menggema kembali, dan kebesaran namanya-pun
disejajarkan dengan pendahulunya dulu, yaitu Akbar.
Adapun usaha-usaha Aurangzeb dalam memajukan kerajaan Mughal
diantaranya menghapuskan pajak, menurunkan bahan
pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang berlaku di
India yang dinamakan fatwa alamgiri sampai akhirnya meninggal
pada tahun 1707 M. Selama satu setengah abad, India di bawah Dinasti Mughal
menjadi salah satu negara adikuasa. Ia menguasai perekonomian Dunia dengan
jaringan pemasaran barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia
Tenggara dan Cina. Selain itu, India juga memiliki pertahanan militer yang
tangguh yang sukar ditaklukkan dan kebudayaan yang tinggi.
Dengan besarnya nama
kerajaan Mughal, banyak sekali para sejarawan yang mengkaji tentang kerajaan
ini. Dan pada masa itu telah muncul seorang sejarawan yang bernama
Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah
kerajaan Mughal berdasarkan figure pemimpinnya. Sedangkan karya seni yang dapat
dinikmati sampai sekarang dan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal
adalah karya-karya arsitektur yang indah dan masjid-masjid yang indah. Pada
masa Shah jehan dibangun Masjid Berlapis mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid
Raya Delhi dan Istana Indah di Lahore (Ikram, 1967:247).
b.
KEMUNDURAN DAN
RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya,
para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah
dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki
masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan
di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India
tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin
mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan
oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan
bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah
muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan
Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiranpuritanismenya. Setelah
ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra
tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[5] Putra Aurangzeb
ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut aliran Syi’ah.
Pada masa pemerintahannya yang berjalan yang berjalan selama lima tahun, ia
dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga
dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau
memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi
perebutan kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya,
Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya oleh Zulfiqar Khan, putra Azad Khan,
wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M an diganti oleh putranya,
Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri.
Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid,
tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya
diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun, ia dan pendukungnya terusir oleh
suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil
melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan
kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan
bantuan kepada pemberontak Afghan di daerah Persia. Oleh karena itu, ada tahun
1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang kerajaan Mughal.
Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah.
Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia memberi hadiah yang
sangat banyak kepada Nadir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi
kembali, terutama setelah jabatan wazir dipegang Chin Qilich Khan yang bergelar
Nizam Al-Mulk (1722-732 M) karena mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi,
tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju Hiderabat dan menetap di
sana.
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap
daerah lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari
pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya
masing-masing. Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji,
Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah pimpinan Jai Singh dari
Amber, Punjab dikuasai oleh kelompok Sikh.
Adapun sebab-sebab
keruntuhan Mughal secara detail, yaitu :
1.
Terjadinya stagnasi
pembinaan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah pantai tidak
dapat dipantau.
2.
Kemerosotan moral dan
hidup mewah di kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dan
penggunaan uang Negara.
3.
Pendekatan Aurengzeb
yang terkesan kasar dalam mendakwahkan agama.
4.
Pewaris tahta pada
paroh terakhir adalah pribadi-pribadi lemah.
c.
HASIL-HASIL KEBUDAYAAN
KERAJAAN MUGHAL
1.
Bidang Poitik dan
Militer
Sistim yang menonjol
adalah politik Sulh-E-Kul atau toleransi universal. Sistem ini sangat tepat
karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu sedangkan Mughal adalah Islam.
Disisi lain terdapat juga ras atau etnis lain yang juga terdapat di India.
Lembaga yang produk dari Sistim ini adalah Din-I-Ilahi dan Mansabhadari.
Dibidang militer, pasukan Mughal dikenal pasukan yang sangat kuat. Mereka
terdiri dari pasukan gajah berkuda dan meriam. Wilayahnya dibagi
distrik-distrik. Setiap distrik dikepalai oleh sipah salar dan sub distrik di
kepalai oleh faudjar. Dengan sistim ini pasukan Mughal berhasil menahlukan
daerah-daera di sekitarnya.
2.
Bidang Ekonomi
Perekonomian kerajaan Mughal tertumpu pada bidang agrari, mengingat keadaan
Geografi dan Geologi wilayah India. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang
terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran,
rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.
Di samping untuk
kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu diekspor ke Eropa, Afrika, Arabia,
dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan
kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengawan. Untuk
meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617
M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
3.
Bidang Seni dan
Arsitektur
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga
berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair
istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang
terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghasilkan
karya besar berjudulPadmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung
pesan kebijakan jiwa manusia.
Karya seni yang masih
dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang dicapai
kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada
masa akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila, dan masjid-masjid yang
indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal
di Agra, masjid raya Delhi dan istana indah di Lahore.[9]
4.
Bidang Ilmu
Pengetahuan
Dinasti Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan.
Sejak berdiri, banyak ilmuan yang datang ke India untuk menuntut ilmu
pengetahuan. Bahkan Istana Mughal-pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Hal
ini adanya dukungang dari penguasa dan bangsawan setia Ulama. Aurangzeb
misalnya membelikan sejumlah uang yang besar dan tanah untuk membangun sarana
pendidikan.
Pada tiap-tiap masjid
memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang guru. Pada masa Shah
Jahan didirikan sebuah Perguruan Tinggi di Delhi. Jumlah ini semakin bertambah
ketika pemerintah di pegang oleh Aurangzeb. Dibidang ilmu agama berhasil
dikondifikasikan hukum islam yang dikenal dengan sebutan Fatawa-I-Alamgiri.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pasca keruntuhan Dinasti Abbasiyah dan invasi bangsa
Mongol ke daerah Islam. Yaitu berdirinya kerajaan Safawi di Persia dan Mughal
di India, Dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kerajaan Safawi berasal dari
sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat
ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu
keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim” gurunya bernama Syekh Taj
al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M). Sedangkan kerajaan Mughal merupakan kerajaan
Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri antara
tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang penziarah
dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu
cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang telah masuk
Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15 2. Kemajuan yang telah
dicapai dari kedua kerajaan besar Islam tersebut, mencakup Bidang Ekonomi,
bidang Ilmu Pengetahuan serta Bidang Seni dan Budaya. 3. Kemunduran kedua
kerajaan besar tersebut diakibatkan banyaknya terjadi peperangan, pemberontakan
dan perebutan kekuasaan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2000).
Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta 2011
Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah
peradaban Islam
[1] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta 2011 hlm. 134
[2] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah peradaban Islam hlm 146
terimakasih
ReplyDelete