Sunday, January 25, 2015

MAKALAH SEJARAH LOGIKA

BAB I
PENDAHULUAN  
1.1.Latar Belakang
Logika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu ini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Dengan adanya logika kita dapat berfikir dan mengambil keputusan yang benar dan tepat dalam memenuhi hajat hidup kita sendiri dan juga masyakat umumnya kita dapat mengartikan dan mengambil kesimpulan setelah melalui pemikiran-pemikiran atau pernyataan-pernyataan yang ada, dan kebenaran-kebenaran akan muncul.
Dalam makalah ini akan dijelaskan sejarah logika pada Masa Yunani Kuno, Masa Pertengahan dan Masa Modern serta Pertumbuhan Dan Perkembangan Logika Pada Masa Islam.
1.2.Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian logika?
2.      Bagaimana sejarah logika pada Masa Yunani Kuno?
3.      Bagaimana sejarah logika Masa Pertengahan Dan Modern?
4.      Bagaimana sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Logika Pada Masa Islam?
1.3.Tujuan
1.   Untuk mengetahui dan memahami pengertian logika.
2.   Untuk mengetahui dan memahami sejarah dan perkembangan logika.
3.   Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang sejarah logika


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Sejarah Logika
Logika berasal dari kata Yunani kuno (Logos) yang berarti hasil pertimbangan yang berasal dari akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan Logike Episteme (Latin: Logica Scientia) atau Ilmu Logika (Ilmu Pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Dalam sejarah perkembangan logika muncul bersama dengan filsafat. Menurut sebagian kisah sejarah Zeno dari Citium (±340 SM – 265 SM) disebutkan bahwa tokoh Stoa adalah yang pertama kali menggunakan istilah logika. Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea. Mereka telah melihat masalah identitas dan perlawanan asas dalam realitas. Tetapi kaum sofis-lah yang membuat fikiran manusia sebagai titik api pemikiran secara eksplisit[[1]].

2.2.Masa Yunani Kuno
Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.[[2]]
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
·         Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
·         Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
·         Air jugalah uap
·         Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.
Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.[[3]]
Aristoteles meninggalkan 6 buku yang diberi nama to Oraganon oleh muridnya, bukunya yaitu:
1.      Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
  1. De interpretatione tentang keputusan-keputusan
  2. Analytica Posteriora tentang pembuktian.
  3. Analytica Priora tentang Silogisme.
  4. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
  5. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.[[4]]
Dalam karyanya ini Aristoteles telah menggarap masalah kategori, struktur bahasa, hukum formal konsistensi proposisi, silogisme kategoris, pembuktian ilmiah, pembedaan atribut hakiki dan yang bukan hakiki, sebagai kesatuan pemikiran, bahkan telah menyentuh bentuk-bentuk dasar simbolisme. Sehingga pola dari buku Organon masih tetap dipakai rujukan sampai saat ini dikarenakan 1. Tentang Ide,  2. Tentang keputusan,  3. Tentang proses pemikiran.[[5]]
Pada 370 SM-288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M-201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri, yakni metode ilmu ukur. Galenus sangat berpengaruh karena tuntutannya yang sangat ketat aksiomatisasi logika. Karya utama Galenus berjudul Logika Ordini Geometrico Demonstrata. Tapi impian Galenus hanya terlaksana jauh kemudian. Yakni di akhir abad 17 melalui karya saceheri yang berjudul Logica Demonstrativa.
Kemudian muncullah zaman dekadensi logika. Salama ini logika mengembang karena menyertai perkembangan pengetahuan dan ilmu yang menyadari betapa berseluk beluknya kegiatan berpikir yang langkahnya mesti dipertanggungjawabkan. Kini ilmu menjadi dangkal sifatnya dan sangat sederhana, maka logika juga merosot. Tetapi beberapa karya pantas mendapat perhatian kita, yakni Eisagogen dari Porphyrios, kemudian komentar-komentar dari Boethius dan Fons Scientiae (Sumber Ilmu) karya Johannes Damascenus.[[6]]

2.3.Masa Pertengahan dan Modern
Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles ( De Interpretatione, Categoriae ), Porphyus ( Eisagoge ) dan karya Boethius masih digunakan.
Thomas Aquinas (1224 – 1274 M) dan kawan-kawannya berusaha mengadakan Sistematisasi Logika[[7]]. Mereka juga serentak mengembangkan logika yang sudah ada.
Logika modern muncul pada abad 13 hingga abad 15 Tokoh-tokoh penting dalam bidang ini adalah:
F Petrus Hispanus (1210 – 1278 M)
F Roger Bacon (1214-1292 M)
F Raymundus Lullus (1232 -1315 M) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
F William Ocham (1295 – 1349 M)[[8]]
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan Logika Induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.
Lalu diperkaya dengan hadirnya tokoh – tokoh pelopor Logika Simbolik:
F Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun Logika Aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
F George Boole (1815-1864)
F John Venn (1834-1923)
F Gottlob Frege (1848 - 1925)
Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan Dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan Logika sebagai Teori Umum Mengenai Tanda (General Theory of Signs) puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970). Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.[[9]]

2.4.Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Pada Masa Islam
Buah tangan Aristotes diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada sekitar Abad 7 Masehi, dan kemudian diberinya nama ilmu al-Mantiq.
Ilmu Mantiq yang merupakan terjemahan dari Ilmu Logika adalah hasil karya para filosof Yunani sejak abad ke-4 SM. Kaum Sofis, Socrates dan Plato adalah perintis lahirnya Logika. Sedangkan Logika lahir sebagai suatu ilmu adalah atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa.[[10]]
 Aristoteles (384-322 SM) sebagai peletak dasar Ilmu Logika, meninggalkan enam buah buku yang oleh murid-muridnya disebut Organon. Buku tersebut terdiri dari :
1.  Categoriae (mengenai pengertian-pengertian)
2.  De Interpretiae (mengenai keputusan-keputusan)
3.  Analitica priora (tentang silogisme atau menarik kesimpulan)
4.  Analitica posteriora (tentang pembuktian)
5.  Topika (mengenai berdebat)
6.  De Sophisticis Elenchis (tentang kesalahan-kesalahan berpikir).
Buku-buku inilah yang kemudian menjadi dasar Logika Tradisional. Theoprostus mengembangkan Logika Aristoteles ini, sedangkan kaum Stoa mengajukan bentuk-bentuk berpikir yang sistematis.
Pada abad ke-8 Masehi, ketika agama Islam telah tersebar di Jazirah Arab dan dipeluk secara meluas sampai ke timur  dan barat, perkembangan ilmu pengetahuan pun mengalami kemajuan yang pesat. Puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Harun al Rasyid dan Al-Makmun. Pada masa itu terjadi penerjemahan ilmu-ilmu filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, termasuk Ilmu Logika. Ilmu ini sangat menarik perhatian kaum muslimin pada saat itu sehingga dipelajari secara meluas. Diantara mereka kemudian menulis buku Ilmu Mantiq dan mengembangkannya. Dalam berbagai segi, mereka mengislamisasikan ilmu logika melalui contoh-contoh yang mereka munculkan. Ilmu Mantiq tidak saja digunakan untuk mempertajam dan mempercepat daya pikir dalam menarik kesimpulan yang benar, tetapi juga membantu mengokohkan hujjah-hujjah agama dalam persoalan akidah.[10]
Di antara ulama dan cendekiawan muslim yang mendalami Ilmu Mantiq dan menulis buku tentang mantiq adalah Abdullah ibn al-Muqaffa’, Ya’qub  ibn Ishaq al-Kindi (185 H-260 H/801 M-873 M), Muhammad Ibnu Zakaria al-Razi (251 H-313 H/865 M- 925 M), Abu Nasr al-Farabi (258 H-339 H/870 M-950 M), Ibnu Sina (370 -428 H/980-1037 M), Abu Hamid al-Ghazali, Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1198 M), al-Qurthubi dan lain-lain. [11] Al-Farabi kemudian dikenal sebagai Guru Kedua Logika setelah Aristoteles. Karya-karya Al-Farabi dibagi menjadi dua, mengenai logika dan filsafat. Karya-karya tentang Logika menyangkut bagian-bagian berbeda dari Organon-nya Aristoteles, baik yang berbentuk komentar maupun ulasan panjang. Kebanyakan tulisan ini masih berupa naskah.
Selain Al-Farabi, juga dikenal Ibnu Sina sebagai Guru ke tiga Logika. Buku Logika Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di penghujung abad ke-12. Yang lainnya adalah karya logika Ibn Rusyd di awal abad ke-14. Terjemahan inilah yang disebarkan di Paris (Perancis) dan Oxford (Inggris).[12]


Pada masa kemunduran ilmu pengetahuan di dunia Islam, timbullah berbagai kritikan terhadap Ilmu Mantiq /  Logika karena dianggap logika sebagai penyebab lahirnya paham-paham zindiq (atheis) karena terlalu memuja akal fikiran di dalam mencari kebenaran. Sebagian ulama kemudian mengharamkan mempelajari ilmu logika, seperti Imam an-Nawawi (1233-1277 M), Ibnu Shilah (1181-1243 M), Ibnu Taimiyah (1263-1328 M) dan Sa’adduddin at-Taftazani (1322-1389 M).[13]
Pengaruh fatwa tersebut sangat kuat di kalangan umat Islam, sehinnga kegiatan dan perkembangan alam fikiran dunia Islam mengalami kemacetan dan kebekuan. Sementara dunia Barat sedang gembira menyambut zaman Kebangunan (Renaissance) di Eropa (abad 13-14 M).
Menjelang penghujung abad ke-19 bangkitlah gerakan pembaharuan dunia Islam yang dipelopori Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Sejalan dengan itu  perhatian penuh terhadap logika muncul kembali di Mesir.
Di Indonesia, Ilmu Mantiq pada mulanya dipelajari secara terbatas di perguruan-perguruan agama dan pesantren. Ilmu Mantiq sampai ke Indonesia bersama ilmu-ilmu agama lainnya yang dibawa oleh pelajar-pelajar muslim yang belajar di Timur Tengah.
Ilmu logika baru dipelajari lebih luas setelah diperkenalkannya buku Madilog karangan Tan Malaka yang terbit tahun 1951. Pada tahun 1954 Ilmu Mantiq telah dipelajari secara lebih luas dan dimasukkan ke dalam kurikulum perguruan tinggi.[14]


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, penulis memberikan kesimpulan bahwa sejarah perkembangan logika terjadi masa yunani kuno, abad pertengahan dan modern serta pada masa islam hingga menyebar ke berbagai kawasan. Yang mencatat berbagai perkebagan logika dari orang pertama yang menggunakan  istilah logika yaitu Zeno dari Citium (340 - 265), disebutkan bahwa tokah Stoa adalah yang pertamakali menggunakan istilah Logika. Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea.
Pada masa yunani kuno yang dimulai oleh Thales filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Dan Aristoteles, logika yang disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Dan muncul beberapa tokoh seperti Theophrastus, murid Aristoteles, Galenus dan Sextus Empiricus, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri, yakni metode ilmu ukur. Lalu pada masa pertengahan dan modern Thomas Aquinas 1224 1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan Sistematisasi Logika hingga masa modern muncul berbangai tokoh – tokoh dan pelopor logika.
Dan bekembang hingga pada masa islam, dari mulai sekitar abad ke 7 sampai abad ke 19 ilmu logika mengalami kemajuan dan kemunduran serta kebangkitan, dimulai pada masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Harun al Rasyid dan Al-Makmun Ilmu ini sangat menarik perhatian kaum muslimin pada saat itu sehingga dipelajari secara meluas. Adapun cendikiawan muslim yang terkenal mendalami menerjemah dan mengarang di bidang ilmu mantiq adalah Abdullah Ibn Al-Muqaffa’, Yaqub Ibn Ishaq Al-Kindi, Abu Nashr Al-Farabi, Ibn Sina, Abu Hamid Al-Ghazali, Ibn Rusyd Al-Kuthubi dan masih banyak yang lainnya. Kemudian menyusulah zaman kemunduran di bidang ilmu mantiq karena dianggap terlalu memuja akal. Diantara ulama-ulama besar islam, seperti Muhyiddin An-Nawawi, Ibn Shalah, Taqiyun Ibn Taimiyah, Saduddin At-Taftajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantik dengan tuduhan akan menjadi zindiq, ilhad dan kufur. Menjelang penghujung abad ke-19 bangkitlah gerakan pembaharuan dunia Islam yang dipelopori Jamaluddin al-Afghani,Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Sejalan dengan itu  perhatian penuh terhadap logika muncul kembali di Mesir dan keberbagai kawasan hingga masuk di Indonesia


DAFTAR PUSTAKA

v  DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustaka Grafika,1999]
v  http://id.wikipedia.org/wiki/Logika
v  Mundiri, Logika, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001)
v  Baihaqi. A.K, Ilmu Mantik, Teknik Dasar Berpikir Logik, (Tk : Darul Ulum Press, 1998)
v  Jamaluddin Kafie, Logika, Form Berpikir Logis, (Surabaya : Karya Anda, )











[1].   DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustaka Grafika,1999], hlm 41
[2] . http://id. Wikipedia.org/wiki/ Logika# mw-head, hlm4-5.
[3].   http://id. Wikipedia.org/wiki/ Logika# mw-head, hlm 5
[4].   Drs.H. Mundiri. “ LOGIKA”, [ PT.Rajagrafindo Persada], hlm 3.
[5].   DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustaka Grafika,1999], hlm 42.
[6].   Ibid., h. 42-43.
[7].   Alex Lanur OFM. 1983. Logika, Selayang Pandang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 979-413-124-5
[8].   http://id.wikipedia.org/wiki/Logika#Abad_pertengahan_dan_logika_modern, hlm 5.
[9].      http://id.wikipedia.org/wiki/Logika#Abad_pertengahan_dan_logika_modern, hlm 5
[10] .   Mundiri, Logika, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-6, h.2
10.    Baihaqi. A.K, Ilmu Mantik, Teknik Dasar Berpikir Logik, (Tk : Darul Ulum Press, 1998), Cet. Ke-2, h. 4
11.    Ibid. Lihat juga M.M. Syarif (ed.), Para Filosof Muslim, (Bandung : Mizan, 1998), h. 57
12.    Baihaqi. A.K, op.cit., h.5
13.    Jamaluddin Kafie, Logika, Form Berpikir Logis, (Surabaya : Karya Anda, tt), h.10
14.    Jamaluddin Kafie, Logika, Form Berpikir Logis, (Surabaya : Karya Anda, ) TT, Hal.11.

1 comment: